Peristiwa Gerbong Maut di Bondowoso terjadi pada 23 November 1947, ketika 100 pejuang Indonesia yang ditawan Belanda dipindahkan dari penjara Bondowoso ke Surabaya menggunakan tiga gerbong kereta api yang tertutup rapat dan tidak berventilasi.
Pemindahan ini dilakukan oleh tentara Belanda dengan mengabaikan keselamatan jiwa tawanan perang, sehingga 46 pejuang gugur kehabisan udara dan terpanggang dalam gerbong yang sesak.
Pada tanggal 22 November 1947, pejuang republik yang ditahan di penjara Bondowoso dipersiapkan untuk dipindahkan ke Surabaya.
Mereka diperintahkan berbaris di depan penjara Bondowoso dalam empat banjar dan berjalan ke stasiun kereta api Bondowoso.
Sesampainya di stasiun, 100 pejuang itu dimasukkan ke dalam tiga gerbong barang dengan pembagian sebagai berikut: Gerbong pertama dengan nomor GR.5769 diisi 32 orang, gerbong kedua dengan nomor GR.4416 diisi 30 orang, dan gerbong ketiga dengan nomor GR.10152 diisi 38 orang.
Gerbong-gerbong itu kemudian ditutup rapat dan digembok dari luar oleh pasukan Belanda.
Kereta berangkat dari stasiun Bondowoso menuju Surabaya pada pukul 07.30. Pada saat pemindahan, gerbong ketiga yang tidak berventilasi menjadi sangat sesak, sehingga semua tahanan dalam gerbong tersebut tidak ada satupun yang hidup.
Dalam peristiwa ini, 46 pejuang Indonesia gugur kehabisan udara dan terpanggang dalam gerbong yang sesak.
Peristiwa Gerbong Maut ini menunjukkan betapa dalam perang manusia dapat bertindak dengan kejam, serta mengingat besarnya jasa para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa Gerbong Maut di Bondowoso menjadi bagian penting dalam sejarah Indonesia dan menunjukkan betapa pentingnya keselamatan jiwa dalam situasi konflik.
Museum Stasiun Bondowoso yang sekarang menjadi saksi bisu peristiwa ini, memperingati tragedi tersebut dan mengingatkan generasi masa kini tentang pentingnya perjuangan dan korban jiwa dalam mempertahankan kemerdekaan.
Tokoh utama yang terlibat dalam peristiwa Gerbong Maut di Bondowoso pada tahun 1947 adalah Komandan J. Van Den Doerpe, yang memberikan perintah langsung untuk pemindahan tahanan dari penjara Bondowoso ke Surabaya menggunakan gerbong kereta api yang tidak berventilasi, dan pasukan Belanda yang melakukan penangkapan dan pemindahan tahanan serta mengabaikan keselamatan jiwa tawanan perang.
Harnanik, salah satu pelaku sejarah peristiwa Gerbong Maut yang ditangkap dan dipindahkan menggunakan gerbong kereta api, mengalami nasib yang berbeda karena tidak dinaikkan ke dalam gerbong dan berhasil selamat. [HMS]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar